Kemajemukan etnis dan komunitas adalah keragaman bangsa Indonesia yang harus dikelola dengan baik untuk menghindari konflik. Sejauh ini langkah yang dipandang paling efektik adalah dengan mengadakan dialog dan komunikasi antar umat.

“Dialog dan kerja sama antar umat beragama sejauh ini masih menjadi faktor krusial untuk mencegah konflik,” kata Wakil Ketua BKSAP DPR RI Sidarto Danusubroto saat menyampaikan pandangan delegasi Indonesia dalam diskusi sesi pertama Interfaith Dialog di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/11/12).

Dalam diskusi yang fokus pada permasalahan Agama dan Masalah Sosial tersebut ia juga berbagi pengalaman tentang upaya Indonesia dalam mencegah dan menangani konflik. “Kami memilik UU no.7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial sebagai jawaban yuridis dalam menghadapi konflik,” lanjutnya.

Anggota delegasi Arab Saudi Salem Alqahtani menekankan pentingnya menemukan jawaban tentang akar dari konflik antar umat beragama. Baginya persoalan bisa berawal dari masalah keagamaan kemudian menjadi masalah sosial atau sebaliknya. Kondisi ini lanjutnya diperberat dengan faktor pendidikan.

“Faktor pemahaman agama, masalah sosial kemudian berintegrasi dengan masalah lainnya yaitu pendidikan. Biasanya masyarakat melihat pada apa yang dilakukan pendahulu mereka. Jadi disinilah pentingnya peran pendidikan untuk memberikan pencerahan pada masyarakat,” imbuhnya.

Sementara itu guru besar UIN Syarif Hidayatullah Azhumardi Azra yang menyampaikan Pidato Kunci pada diskusi sesi pertama tersebut mengingatkan pentingnya beberapa langkah untuk menekan radikalisme. Memperkuat demokrasi, memberdayakan kelompok moderat, penegakan hukum, menciptakan keadilan ekonomi dan keadilan sosial harus menjadi perhatian.

“Tidak kalah penting pemerintah perlu mendukung organisasi muslim terbesar untuk melawan radikalisme dan pemahaman yang salah tentang jihad. Patut dicatat kelompok pendukung teror selalu kelompok kecil dalam masyarakat,” demikian Azyumardi. (iky)/foto:iwan armanias/parle.